PASARLIGA - Diego Costa telah pergi dari Chelsea dan kembali lagi ke Atletico Madrid. Usai sudah kisah antara Costa dan Chelsea, kecuali jika di musim-musim yang akan datang ada kesempatan bersama lagi.
Costa meninggalkan Chelsea karena hubungannya dengan pelatih Chelsea, Antonio Conte, memburuk lalu hancur. Costa pernah mengungkapkan mendapat perlakukan buruk di Chelsea, ia dianggap seperti kriminal. Ia pernah tak mendapat izin masuk dan menjalin komunikasi dengan rekan-rekannya di ruang ganti tim utama. Setelah kejadian itu, Costa pulang ke kampung halamannya dan tak pernah kembali lagi ke London.
Adapun Conte memutus hubungannya dengan Costa dengan cara yang kurang baik, hanya melalui pesan singkat. Rusaknya hubungan ini diduga karena Costa pernah ingin ‘berselingkuh’ dengan klub Tiongkok, meskipun upaya tersebut tak terwujud pada bulan Januari lalu.
Hubungan Costa dan Conte sempat tampak baik-baik saja hingga akhir musim lalu. Hingga akhirnya datanglah keputusan akhir bahwa Conte tak ingin Costa berada dalam skuatnya.
Conte lalu mendatangkan Alvaro Morata dari Real Madrid. Chelsea membeli Morata dengan harga 58 juta pounds dan angka tersebut bisa membengkak hingga 70 juta pounds. Harga tersebut membuat Morata memecahkan rekor transfer Chelsea sebelumnya kala mendatangkan Fernando Torres dengan harga sekitar 50 juta pounds dari Liverpool.
Melamar Morata merupakan keputusan yang tepat bagi Conte. Sejauh ini, Morata telah menunjukkan kesuburannya. Meskipun baru bermain tujuh kali di laga resmi, ia sudah mampu mengumpulkan tujuh gol dan memberikan dua umpan bantuan pada rekannya untuk mencetak gol. Yang terakhir, Morata mencetak gol hattrick saat menghadapi Stoke City.
Meskipun ini merupakan tahun pertama bagi Morata di Premier League, ia tak mengalami kesulitan adaptasi. Faktor pengalaman Morata yang pernah bermain di Juventus selama dua tahun mungkin sangat membantu. Taktik Conte yang tentu saja banyak mengadopsi sistem dari Italia tampaknya membuat Morata mudah memahami alam pikir pelatihnya tersebut.
Sejauh ini Morata telah menunjukkan tanda-tanda akan menjadi penyerang andalan Chelsea di masa yang akan datang mengingat usianya juga masih 23 tahun. Namun keraguan apakah ia mampu menjadi pengganti Costa tetap saja ada.
Costa Pemain Penting Chelsea tapi Kadang Mengecewakaan
Memang tak bisa disangkal betapa pentingnya Costa di dalam skuat Chelsea selama tiga musim terakhir. Ia merupakan sosok penting bagi The Blues dalam mengantarkan Chelsea menjadi juara Premier League dua kali. Ketika Chelsea menjadi juara pada musim 2016/2017 lalu, Costa merupakan top skor klub dengan mengemas sebanyak 20 gol. Dan selama membela Chelsea, pemain 28 tahun tersebut mampu mengumpulkan 58 gol dari 120 penampilan di semua kompetisi, dua kali menjuarai Premier League dan Piala Liga sekali.
Namun tidak jarang pula Costa sering membuat Chelsea kecewa. Kemenangan Chelsea kerap tidak sempurna karena ulah kontroversialnya. Tak sekali Costa mendapat hukuman larangan bermain setelah bertikai dengan pemain lawan.
Misalnya saja ketika ia baru bergabung dengan Chelsea beberapa bulan sejak tahun 2015, ia sudah mendapat hukuman larangan bertanding tiga kali karena berseteru dengan pemain Liverpool, Emre Can. Tapi Costa tak pernah kapok. Setelah hukuman itu, ia tak sekali mendapat hukuman karena sikapnya yang kurang elok.
Morata berbeda dengan Costa. Morata lebih kalem daripada Costa. Perilaku yang dimiliki Morata ini akan sangat penting di Chelsea. Conte akan lebih suka menangani pemain penurut dan kalem seperti Morata daripada menangani pemain yang memiliki jiwa pemberontak seperti Costa. Itulah sebabnya, Conte rela menyingkirkan Costa dan mendatangkan Morata.
Ketika menangani Juventus, Conte pun sudah menunjukkan ketertarikan pada Morata. Sayangnya ketika Morata berlabuh di Turin, Conte sudah terburu mendapat panggilan melatih Timnas Italia.
Sementara itu pihak Morata juga sangat mendambakan berada di bawah asuhan Conte. Ia merasa mendapat apresiasi besar dari Conte. Ia pernah mengatakan di antara pelatih lainnya, Conte adalah pelatih yang paling menunjukkan ketertarikan padanya. Itulah sebabnya ia rela meninggalkan Real Madrid untuk menyusul Conte ke Stamford Bridge.
“Saya tahu Antonio menginginkan saya pada masa lalu dan saya benar-benar ingin bekerja dengan Antonio, dan nasib akhirnya mempersatukan kami," ujar Morata pada suatu ketika.
Ketika kedua pihak yang saling membutuhkan bertemu, maka kedua pihak tersebut pastinya mudah untuk memberikan yang terbaik. Selama bursa transfer musim panas 2017, Morata pernah dikaitkan dengan AC Milan. Klub asal Italia tersebut gagal mendapatkannya karena Morata akhirnya pilih Chelsea. Sementara itu, Milan hingga kini masih kesulitan menunjukkan konsistensinya setelah melakukan revolusi besar.
Morata Bisa Jadi Lebih Bermanfaat daripada Costa
Di Chelsea, Morata mungkin tak bisa mengumpulkan 20 gol per musim seperti Costa—meskipun ia juga punya potensi untuk melakukan itu di akhir musim nanti— namun ia adalah pemain yang memiliki keunggulan lebih dibanding Costa untuk Chelsea.
Costa bisa dikatakan sebagai mesin gol The Blues dalam beberapa musim terakhir, karena ia berposisi sebagai target man. Ia menjadi predator karena lebih banyak menunggu kesempatan-kesempatan emas yang disuguhkan rekannya.
Sementara itu, Morata penyerang yang serba bisa. Ia bisa menjadi pemain di depan untuk berbagai posisi. Mobilitasnya juga lebih lincah daripada Costa. Artinya, selain bertugas mencetak gol, ia juga bisa lebih banyak memberi kontribusi dalam membangun serangan timnya.
Atribut Morata juga akan sangat penting untuk variasi formasi Conte. Dalam formasi 3-4-3, Morata bisa menjadi penyerang tengah bersama dengan Eden Hazard dan Pedro Rodriguez. Ia bukan pemain yang suka menunggu bola, namun ia juga bisa mengelabuhi pemain lawan dengan pergerakannya. Sementara Pedro dan Hazard sebagai inside forward bisa memanfaatkan ruang yang terbuka berkat pergerakan Morata tersebut.
Dalam sistem yang berbeda, misalnya dengan formasi 4-2-4—jika formasi sebelumnya mengalami kebuntuan, Morata bisa dipasangkan dengan Michy Batshuayi. Morata bisa diposisikan sebagai penyerang kedua di belakang Batshuayi. Morata akan lebih aktif menjemput bola, mencari ruang, dan aktif dalam membantu proses menyerang sementara rekannya tersebut menjadi penyelesai akhir. Duet dengan Batshuayi seperti ini cenderung sulit dilakukan bersama Costa karena keduanya tipe pemain yang sama.
Dan jika Conte ingin menggunakan formasi 4-3-3, Morata juga turun bisa bersama Pedro dan Hazard sebagai trisula untuk memberikan ancaman konstan pada barisan pertahanan lawan.
Selain jago di atas lapangan, Morata juga bisa menghadirkan keuntungan lainnya untuk Chelsea, setidaknya untuk fans Chelsea. Morata adalah pemain yang banyak mendapat pujian dari kaum hawa karena tampangnya yang rupawan. Kehadiran Morata di Chelsea bisa mengundang kaum hawa yang bening-bening itu menjadi fans Chelsea—yang semoga bisa meramaikan komunitas-komunitas fans The Blues di seluruh dunia.
Costa memang tak kalah ganteng dari Morata (?), tapi sayangnya ia sering menunjukkan sikap agresif pada orang lain. Bukan hanya perempuan, kaum adam pun bisa dibuat ketakutan karena ulahnya tersebut.
Akhirnya, beruntunglah karena Chelsea sekarang punya Morata!
0 komentar :
Posting Komentar